Skip to main content
Insomnia Notes

follow us

Transformasi Seni Gembyung

Tatang Kusnadi, Salah Satu Pupuhu Seni Gembyung

Seni Gembyung merupakan seni yang awalnya berkembang di daerah pesisir (Cirebon) dan baru masuk ke Sumedang pada masa pemerintahan Pangeran Santri. Pada awal perkembangannya, Seni Gembyung digunakan oleh para pemuka agama sebagai media untuk menyebarluaskan syiar Islam. Di Sumedang, Seni Gembyung masih tetap bertahan di beberapa daerah, salah satunya di Dusun Buganggeureung, Desa Sekarwangi, Kecamatan Buahdua melalui Lingkung Seni Gembyung Pusaka Mekar. Bagaimana perkembangan Seni Gemyung sekarang ini ?? Berikut ulasannya

Seni Gembyung sebagai sebuah seni buhun, sekarang bertransformasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Seni Gembyung buhun yang awalnya tidak memakai sinden/juru kawih dan hanya menggunakan alat musik tradisional seperti tiga buah terebang, kendang, goong, kecrek, peyung, terompet dan lainnya beralih menjadi musik modern yang biasanya dalam pementasannya ditambah organ dan juru kawih/penyanyi. Hal tersebut dilakukan supaya Seni Gembyung bisa tetap eksis dan tidak ditinggalkan.

Seperti dikatakan salah satu Pupuhu Seni Gembyung di Grup Seni Gembyung Pusaka Mekar, Tatang Kusnadi, yang mengatakan bahwa selain alat musik dan juru kawih, lagu-lagu yang biasa dimainkan dalam Seni Gembyung pun mengalami perubahan. Lagu yang biasa dimainkan dalam Seni Gembyung buhun biasanya adalah Yate, Engke, Sulton, Sampeu, Doyong, dan lainnya, sedangkan sekarang Seni Gembyung modern banyak membawakan lagu dangdut ataupun lagu yang sedang hits. “Tapi itupun situasional, tergantung permintaan. Kalau ada yang meminta kita memainkan Seni Gembyung Buhun, kita tetap bisa mainkan,” kata Tatang.

Tatang menambahkan, hal tersebut (beralihnya Seni Gembyung Buhun menjadi seni modern) semata-mata untuk mempertahankan keberadaan atau eksistensi Seni Gembyung itu sendiri. Sasarannya adalah, agar kaula muda mau menjadi penikmat Seni Gembyung guna menghindarkan Seni Gembyung dari kepunahan. “Kalau Seni Gembyung Buhun, memang anak muda ada yang suka, tapi tidak banyak, kita akali itu dengan merubah konsep pertunjukan Seni Gembyung,” tambah Tatang.

Tatang menjelaskan, dulunya Seni Gembyung Buhun biasa digelar pada upacara guar bumi, acara ruwatan atau Mapag Sri ketika musim tanam padi tiba, tapi sekarang Seni Gembyung sudah biasa dipentaskan dalam acara-acara hajatan/syukuran seperti pernikahan dan lainnya. “Dari situ saja Seni Gembyung harus sudah beradaptasi, apalagi dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini,” jelas Tatang.

Menurut Tatang, dari semenjak Seni Gembyung datang ke Kampung Cikeresek, Desa Cilangkap (dulu belum ada Desa Sekarwangi) tahun 1938, Seni Gembyung tumbuh dan berkembang dengan dukungan para inohong. “Alhamdulillah, dari dulu para inohong mendukung perkembangan Seni Gembyung ini,” ujar Tatang.

Tatang berharap, Seni Gembyung dan seni tradisional lainnya pada umumnya di Kabupaten Sumedang bisa tetap bertahan. Bagaimanapun caranya, meskipun harus beradaptasi dengan perkembangan zaman asalkan seni Buhunnya tetap dipelihara dan tetap bisa dipentaskan. “Sumedang kan Puseur Budaya Sunda, malu atuh kalau seni-seni buhunnya pada punah,” pungkas Tatang.

*Diterbitkan di Harian Sumedang Ekspres, 24 April 2015

Note : Di domain blog saya yang sebelumnya (www.wewengkonsumedang.com), artikel ini diterbitkan dalam judul post "Transformasi Seni Gembyung" dengan link sebagai berikut ; "http://www.wewengkonsumedang.com/2015/04/transformasi-seni-gembyung.html"

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar