Skip to main content
Insomnia Notes

follow us

Asal Mula Nama Desa Cikaramas Sumedang

Seorang Pengendara Motor Melintas Di Perbatasan Kab. Sumedang - Kab. Subang
di Desa Cikaramas, Sumedang

Sangat sejuk, ya, itulah kata yang pertama kali terbersit di pikiran admin ketika berkunjung ke tempat ini dipagi hari...udara segar ditambah hangatnya matahari yang mulai meninggi, rasanya menjadi saat-saat yang tepat mengaji ayat-ayat kauniyah berupa tanda-tanda kebesaran-Nya yang terpampang nyata dalam bentuk indahnya dunia, sungguh anugerah terindah yang Tuhan berikan pada negeri kita ini.

Jembatan Yang Menghubungkan Kab. Sumedang - Kab.Subang
Dimana Dibawahnya Mengalir Sungai Cikaramas

Daerah tempat admin mengagumi pagi tersebut adalah sebuah desa yang bernama Desa Cikaramas di Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang. Alhamdulillah, admin diberikan kesempatan lagi untuk berkunjung ke desa yang indah ini, dan sepertinya cukup banyak yang berubah semenjak terkahir kali admin berkunjung kesini beberapa tahun lalu, mulai dari keadaan jalan sampai tugu perbatasan Sumedang - Subang.

Ya, Desa Cikaramas Kecamatan Tanjungmedar ini berada di perbatasan antara Kabupaten Sumedang dengan Kabupaten Subang, sehingga desa ini seolah menjadi etalase atau beranda Kabupaten Sumedang yang harus dipercantik layaknya beranda rumah, beberapa tahun yang lalu, ketika admin berkunjung kesini belum ada tugu penanda perbatasan kabupaten, penanda perbatasan yang ada hanya berupa jembatan yang di bawahnya mengalir sebuah sungai. Berbicara tentang sungai yang mengalir di bawah jembatan ini dan hubungannya dengan Desa Cikaramas, ada sebuah kisah dibalik penamaan "Cikaramas" untuk sungai dan desa ini, berikut adalah ceritanya :

Asal-usul Nama Desa Cikaramas

Pada suatu masa, di sebuah tempat nan jauh dari ibu kota Kerajaan Sumedang Larang terdapat sebuah tempat yang yang asri dan sangat indah. Tempat tersebut berada tidak jauh dari sebuah gunung yang bernama Gunung Bongkok. Dari gunung itu, mengalir sebuah sungai yang membelah dua desa dan sekaligus menjadi batas alamnya (kelak kedua desa tersebut bernama Desa Cikaramas Sumedang - Desa Cikawung Subang). Sungai itu seolah menjadi urat nadi bagi penduduk sekitar, karena aliran airnya mampu mengairi areal persawahan disekitarnya, padahal kebanyakan sawah penduduk berjarak kurang lebih 8,5 km dari mata air.

Menurut cerita, di daerah tersebut hiduplah seorang pemuka agama/Kyai yang bernama Eyang Abdul, beliau adalah pendiri sekaligus pimpinan pondok pesantren yang pertama di dusun Sukamanah Tanjungmedar. Pada suatu ketika, beliau kedatangan seorang tamu penduduk dusun setempat yang bermaksud untuk memohon kepadanya agar mengobati salah satu keluarga sang tamu yang sedang sakit.

Dengan senang hati sang Kyai menerima tamu tersebut dan mempersilahkannya masuk ke pondok. Beliau menerima tamunya dengan ramah namun tetap berwibawa, beliau memang dikenal sangat berwibawa dan dengan wibawanya beliau seolah mempunyai kharisma, sangat dihormati. Eyang Abdul kemudian menanyakan maksud dan tujuan kedatangan tamu tersebut, walaupun dengan ilmunya beliau sebenarnya sudah mengetahui maksud dan tujuan tamunya. Dengan tergopoh namun tetap menjaga tata krama, tamunya menyampaikan maksud dan tujuannya bahwasanya salah satu keluarganya sedang sakit keras, dan dia memohon kepada Eyang Abdul untuk mengobatinya.

Sang Kyai tersenyum mendengar maksud dan tujuan tamunya, kemudian dengan rendah hati dan penuh kekhusyukan beliau menjawab bahwasanya “yang bisa menyembuhkan semua penyakit itu hanyalah Allah, atas ijinnya Insya Allah semua penyakit yang diderita akan sembuh dengan sendirinya, dan kita manusia hanya bisa berikhtiar untuk sembuh,". Lalu, Kyai menyanggupi permintaan tamunya dengan satu syarat bahwa apabila keluarga sang tamu yang sakit itu sembuh, maka semua itu semata-mata karena Allah bukan karena dirinya (Eyang Abdul), beliau menyampaikan hal tersebut dengan maksud supaya tamunya tidak terjebak dalam kemusyrikan dan untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Eyang Abdul kemudian berdoa dan memohon kepada Allah untuk kesembuhan dari keluarga tamunya. Dengan izin Allah sang kyai mendapat ilham bahwa salah satu sarea't (penyebab) kesembuhan pasiennya adalah air dari hulu sungai di Gunung Bongkok, maka setelah itu Eyang Abdul memberitahukan kepada tamunya untuk segera mengambil air yang terletak di hulu sungai gunung Bongkok tersebut. Dengan senang hati tamunya menyanggupi hal itu, sambil membawa kele (tempat air yang terbuat dari pohon bambu gombong/surat) dia langsung bergegas pergi untuk mengambil air. Mata air atau hulu sungai Gunung Bongkok yang dimaksud terletak dilembah gunung, airnya sangat jernih, dingin dan menyejukkan.

Setelah perjalanan 3 jam menuju lembah dengan berjalan kaki, sang tamu pulang kembali ke pondok pesantren dengan membawa air dari mata air di Gunung Bongkok, tamu sang Kyai langsung menyerahkan kele yang berisi air pada sang Kyai. Kemudian sang Kyai membawa kele tersebut ke kamarnya dan berdoa untuk kesembuhan keluarga dari tamunya yang sedang sakit. Setelah berdoa, Eyang Abdul menyerahkan kele yang berisi air dari mata air Gunung Bongkok tersebut pada tamunya dan memberikan petunjuk pemakaiannya, beliau memberitahukan bahwa air yang berada dalam kele harus diminumkan pada yang sakit dan dijadikan biang untuk mandi.

Setelah menerima petunjuk itu, dengan penuh keyakinan tamu sang Kyai bergegas pulang kerumahnya dan menjalankan apa yang telah dikatakan oleh sang Kyai. Beberapa hari kemudian, atas izin-Nya, sakit yang diderita oleh salah satu keluarga dari tamu Eyang Abdul sembuh dan bisa hidup normal kembali serta bisa beraktifitas sebagaimana mestinya. Atas kesembuhan salah satu penduduk dusun tersebut, tersiarlah berita dari mulut ke mulut bahwa air yang di ambil dari hulu sungai Gunung Bongkok mampu menyembuhkan penyakit, tentunya atas izin dan ridho dari Allah serta doa sang Kyai (Eyang Abdul).

Setelah berita itu semakin tersebar luas, lama kelamaan air yang terletak di hulu sungai Gunung Bongkok itu dikeramatkan oleh sebagian orang dan kemudian mereka menamakannya "Cikaramat" (ci = air, karamat = keramat). Dikemudian hari, dari waktu ke waktu, zaman berganti zaman, nama "Cikaramat" berubah pelafalannya menjadi "Cikaramas", dan nama Cikaramas masih dipakai sampai sekarang.

Dikemudian hari, nama sungai Cikaramas ini dimusyawarahkan oleh para tetua kampung, tokoh-tokoh agama setempat, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dijadikan nama desa di tempat tersebut karena bersumber dari peristiwa yang seolah telah mengakar di tempat itu dan mempunyai kesakralan di hati penduduk setempat. Dan untuk mengenang jasa Eyang Abdul sebagai penyiar agama Islam sekaligus pendiri pondok pesantren pertama di tempat itu, beliau dimakamkan di dekat sungai Cikaramas sekitar 25 meter dari sungai, tepatnya di blok sawah Cimanglid dan, makam beliau masih terpelihara sampai sekarang.

Sekian cerita rakyat atau sasakala tentang asal-usul nama Desa Cikaramas yang terletak di Kecamatan Tanjungmedar, Sumedang, semoga bermanfaat. (*Note : bagi sobat warga Desa Cikaramas yang kebetulan membaca artikel ini, mohon koreksi jika terdapat kesalahan pada cerita diatas)

*cerita digubah dari blogs.unpad.ac.id

Note : Di domain blog saya yang sebelumnya (www.wewengkonsumedang.com), artikel ini diterbitkan dalam judul post "Asal Mula Nama Desa Cikaramas" dengan link sebagai berikut ; "http://www.wewengkonsumedang.com/2015/02/asal-usul-nama-desa-cikaramas.html "

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar