Skip to main content
Insomnia Notes

follow us

Komunitas Guriang Tunggal Dangiang Padjadjaran

Komunitas Guriang Tunggal Dangiang Padjadjaran

Sebuah komunitas biasanya pasti ingin menonjolkan diri ke permukaan, caranya pun bermacam-macam, dari yang biasa sampai yang unik untuk menarik perhatian orang banyak. Di Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka ada sebuah komunitas yang bisa dibilang mempunyai penampilan unik dan terlihat berbeda dari yang lain, mereka adalah komunitas Guriang Tunggal Dangiang Padjadjaran. Apa kegiatan dari komunitas tersebut dan bagaimana mereka mempertahankan eksistensinya ?? berikut liputannya.

Tidak menyengaja berpenampilan unik, tapi orang-orang menganggap kita berpenampilan unik, itu kata pertama yang terucap dari mulut Ki Wijaya Kusuma, perwakilan dari komunitas Guriang Tunggal Dangiang Padjadjaran ketika menjawab pertanyaan Admin terkait penampilan komunitas tersebut. Bagaimana tidak, penampilan komunitas itu terlihat mencolok dan berbeda ketika berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan memakai pakaian salontreng, iket, totopong, dudukuy , dan aksesoris khas sunda lainnya yang serba hitam, menjadikan mereka memiliki kekhasan tersendiri dan terlihat unik.

“Sebenarnya kita hanya berpenampilan ala orang-orang Sunda buhun, dan ditambah sedikit aksesoris saja, seperti misal batu akik,” kata Ki Wijaya. Itu adalah pakaian dan aksesoris yang biasa dipakai orang-orang Sunda jaman dahulu, sekarang dinilai berbeda karena memang sudah jarang orang yang memakainya, jelasnya.

Ki Wijaya menambahkan, komunitas yang berdiri sejak tahun 1996 itu mempunyai banyak anggota yang tersebar di Sumedang, namun, yang memakai pakaian ala Sunda buhun hanya sembilan orang. Ke-sembilan orang tersebut menjadi simbol dari komunitas, jika salah satu dari sembilan orang itu keluar dari komunitas, baik karena meninggal dan lain-lain, maka akan digantikan oleh anggota yang lainnya.

“Sembilan itu kita mengambil filosofi para wali, sekarang anggota komunitas yang berpenampilan seperti ini adalah saya (Ki Wijaya Kusuma), Ki Obes, Ki Bagus Wiraguna, Agus Opak, Ki Jangkung, Nyi Jenong, Ki Kobra, Ki Kebok Kenong, dan Agus Japra,” terang Ki Wijaya. Kemanapun komunitas ini pergi, selalu membawa satu buah kecapi, kecapi ini berfungsi sebagai pengiring irama ketika melakukan rajah dan ruwat lembur, dengan Agus japra sebagai pemain kecapinya.

Menurut Ki Wijaya, penampilan tersebut juga menjadi simbol bahwa komunitas Guriang Sunda Dangiang Padjadjaran bertujuan melestarikan budaya sunda, agar budaya sunda bisa menjadi lebih eksis dan terangkat kembali. Dalam prakteknya, komunitas ini akan mempertontonkan keahlian mereka sesuai permintaan yang mengundang.

“Jadi seringnya, kita diundang oleh yang punya hajat untuk mempertontonkan keahlian kita. Di situ kita biasanya mempraktekkan berbagai atraksi seperti debus, pertunjukan ular, kebal direbus, dan lainnya,” pungkas Ki Wijaya.

Note : Di domain blog saya yang sebelumnya (www.wewengkonsumedang.com), artikel ini diterbitkan dalam judul post "Komunitas Guriang Tunggal Dangiang Padjadjaran" dengan link sebagai berikut ; "http://www.wewengkonsumedang.com/2015/05/komunitas-guriang-tunggal-dangiang.html"

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar