Skip to main content
Insomnia Notes

follow us

Sasakala Darmaraja

Kantor Kecamatan Darmaraja

Sebagai daerah yang mempunyai perjalanan sejarah cukup panjang mulai dari masa kerajaan sampai menjadi kabupaten seperti sekarang ini, Kabupaten Sumedang tentunya mempunyai tempat-tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa besar dalam perjalanan sejarahnya utamanya peristiwa yang ada sangkut pautnya dengan politik dan kekuasaan, tempat-tempat bersejarah tersebut diantaranya sebut saja Kutamaya, Tegalkalong, Dayeuh Luhur, Darmaraja, sampai Jatigede.

Masjid Besar Darmaraja

Tempat-tempat yang menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa besar tersebut beberapa diantaranya ada yang sudah admin ceritakan di blog ini seperti di Kutamaya, Cadas Pangeran, dan beberapa tempat lainnya.

Sekarang, admin akan coba menceritakan kembali Sasakala atau cerita rakyat yang ada sangkut pautnya dengan peristiwa-peristiwa besar di Sumedang, namun demikian cerita ini adalah cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun mengenai asal mula nama suatu tempat di Sumedang yaitu Darmaraja, apakah cerita ini sejalan dengan cerita sejarah yang sebenarnya atau tidak admin sendiri juga kurang mengetahuinya, yang jelas, di tempat ini terdapat situs-situs peninggalan masa kerajaan yang sejalan dengan cerita Sasakala ini. Baiklah kita langsung saja, berikut adalah cerita tentang Sasakala Darmaraja yang mengisahkan tentang asal-usul terbentuknya nama Darmaraja di Sumedang :

Sasakala Darmaraja

Diceritakan, mereka yang pertama kali datang ke daerah yang sekarang bernama Kecamatan Darmaraja ini adalah para pemburu dan pengembara yang sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dimana sebagian dari mereka ada yang hidup lalu menetap disana. Setelah kedua golongan tersebut, barulah datang para resi yang mempunyai misi menyebarkan agamanya.

Salah satu resi yang datang ke tempat tersebut adalah Sanghyang Resi Agung dari Negeri (Kerajaan) Galuh, ia membuat padepokan di Cipeueut yang bertempat di Desa Cipaku Darmaraja sekarang, tepatnya dipinggir sungai Cimanuk. Setelah beliau datang dan membangun sebuah padepokan, dikemudian hari datang juga seorang pemuka agama yang bernama Guru Aji Putih dimana dikemudian hari Guru Aji Putih ini mendirikan Kerajaan Tembong Agung di sebuah tempat yang sekarang bernama Leuwi Hideung. Kerajaan Tembong Agung ini merupakan kerajaan pertama yang didirikan di wilayah Sumedang sekarang, ia merupakan cikal bakal dari berdirinya kerajaan Sumedang Larang, kerajaan Tembong Agung sendiri mempunyai arti kerajaan yang tampak luhur/agung/digjaya (tembong = tampak, agung = luhur/besar/digjaya)

Guru Aji Putih mendirikan kerajaan di Leuwihideung sekaligus juga berdakwah menyebarkan agama Islam, ia adalah orang pertama yang bergelar haji di Sumedang, dimana setelah beliau berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam agama Islam namanya mengalami sedikit perubahan menjadi Guru Haji Aji Putih. Dalam silsilah raja-raja Sumedang Guru Aji Putih dikenal dengan nama Prabu Guru Aji Putih, beliau menyebarkan Islam sampai meninggal dan dimakamkan di daerah yang sekarang bernama Pajaratan Landeuh Desa Cipaku.

Nama Sumedang sendiri mulai muncul ketika Prabu Tadjimalela, anak dari Prabu Guru Aji Putih meneruskan kekuasaan dari ayahnya, dimana ketika selesai bersemedi/bertapa brata beliau melihat kilatan cahaya terang selama beberapa malam dan beliau mengucapkan "Insun Medal Insun Madangan" yang artinya kira-kira "aku lahir, aku menerangi ". diceritakan kata Insun Medal Insun Madangan ini dari waktu ke waktu dari generasi ke generasi berubah pelafalannya menjadi Sumedang...peristiwa ini pernah admin ceritakan juga di artikel berjudul Insun Medal Insun Madangan.

Dikemudian hari, Prabu Tadjimalela akan menyerahkan kekuasan pada anak-anaknya yaitu Prabu Lembu Agung (Jayabrata) yang senang mempelajari ilmu ketauhidan dan kurang berminat pada politik dan kekuasaan, serta Prabu Gajah Agung (Atmabrata) yang senang mempelajari ilmu kepemimpinan dan sejarah, namun dikarenakan Prabu Tadjimalela kebingungan menentukan siapa penerus kerajaannya (hal ini dikarenakan dia merasa kedua anaknya mempunyai kesempatan yang sama), maka ia memerintahkan kedua putranya untuk bertapa di Gunung Sangkanjaya, kemudian setelah mereka selesai bertapa mereka harus membelah dewegan (kelapa muda), dia yang membelah dewegan yang ada airnya maka dialah yang nantinya akan menjadi raja.

Setelah selesai bertapa kemudian mereka berdua (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung) membelah kelapa, ternyata dewegan yang dalamnya berisi air adalah milik Prabu Gajah Agung, namun meskipun demikan Prabu Gajah Agung menolak untuk menjadi raja karena sesuia tradisi yang berhak menjadi raja adalah anak yang tertua dalam hal ini yang tertua adalah Prabu Lembu Agung, dia takut jika melanggar tradisi maka dikemudian hari akan terjadi pertumpahan darah. Sementara Prabu Lembu Agung berpendapat lain, ia yang menentang sabda raja sebelumnya tentunya harus menerima hukuman, dan karena hal tersebut ia pun tidak mau menjadi raja.

Dikarenakan kedua putranya sama-sama tidak mau menjadi raja dan keduanya pun mengajukan argumen yang kuat dan benar, maka Prabu tadjimalela mengambil jalan terakhir berupa perundingan dengan keduanya. Dari hasil perundingan tersebut Prabu Tadjimalela memutuskan mau tidak mau, suka tidak suka, Prabu Lembu Agung (jayabrata) lah yang harus menjadi raja dan menerima tahta kerajaan.

Melihat kenyataan itu, dengan berat hati Prabu Lembu Agung menyanggupi permintaan ayahnya dan terucaplah kata "Darma Ngarajaan" yang kalau diartikan kedalam bahasa Indonesia artinya kira-kira "hanya sekedar menjadi simbol raja saja, untuk mengisi kekosongan kekuasaan" (Kata "Darma Ngarajaan" inilah yang dikemudian hari dijadikan nama salah satu kecamatan di Sumedang, Darmaraja)

Setelah dicapai kesepakatan dan Prabu Lembu Agung menjadi raja, Prabu Tadjimalela lebih memilih untuk bertapa di Gunung Lingga hingga akhir hayatnya, beliau dimakamkan di puncak Gunung Lingga Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu. Dikemudian hari, Prabu Lembu Agung memilih untuk menjadi resi dan memperdalam agama (kini makam Prabu Lembu Agung berada di Astana Gede Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja), beliau menyerahkan tahta kerajaan kepada adiknya Prabu Gajah Agung (Atmajaya), dan ditangan Prabu Gajah Agung nama kerajaan Tembong Agung berganti nama menjadi kerajaan Himbar Buana (himbar = menerangi, buana = alam), dimana seterusnya nama kerajaan Himbar Buana diganti kembali namanya menjadi kerajaan Sumedang Larang di zaman Prabu Geusan Ulun dan mencapai puncak kejayaannya pada masa itu.

Demikian kisah tentang Sasakala Darmaraja yang bercerita tentang asal mula nama Darmaraja yang sekarang menjadi salah satu kecamatan di Sumedang ini, dimana nama "Darmaraja" berasal dari ucapan Prabu Lembu Agung "Darma Ngarajaan", mohon dikoreksi jika terdapat kesalahan dalam ceritanya, semoga bermanfaat.

*cerita digubah dari sukmiatinurulislamiah.wordpress.com dan teambulls.wordpress.com

Note : Di domain blog saya yang sebelumnya (www.wewengkonsumedang.com), artikel ini diterbitkan dengan judul "Sasakala Darmaraja" dengan link sebagai berikut ; "http://www.wewengkonsumedang.com/2014/12/sasakala-darmaraja.html

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar